Hikmah Rukun Sa’i, Belajar Tawakkal dari Siti Hajar Saat Menjalani Sa’i
Berbicara mengenai ibadah haji dan umrah tentunya sangat menarik bagi kaum muslimin, apalagi untuk Anda yang tengah menyiapkan diri untuk berangkat ke Baitullah. Banyak hikmah yang bisa Anda dapatkan dari perjalanan ibadah haji dan umrah. Selain menambah spiritualitas Anda, Anda bisa memaknai setiap ibadah yang Anda jalani ketika di Baitullah.
Terutama saat mengerjakan rukun-rukun haji dan umrah, diantaranya adalah sa’i. Sa’i merupakan rukun ketiga selepas ihram dan thawaf. Sama dengan rukun-rukun yang lain, sa’i memiliki karakteristik khusus dalam pelaksanaannya. Istimewanya lagi, Anda dapat mengambil hikmah dari sejarah mengapa sa’i menjadi rukun yang tidak boleh Anda lewatkan.
Photo by Mohamed Nohassi on Unsplash
Menurut bahasa, sa’i memiliki arti usaha. Sedangkan rukun sa’i yang kita kenal adalah berjalan cepat bolak-balik sebanyak 7 kali antara bukit Shafa dan Marwa, dimulai dari bukit Shafa dan terakhir di bukit Marwa.
Jarak antara bukit Shafa dan Marwa adalah sejauh 400 meter, jadi total jarak yang Anda tempuh kurang lebih 3 kilometer jika bolak-balik sebanyak 7 kali. Tentunya, Anda harus mempersiapkan kesehatan tubuh sebelum menjalani rukun ini. Misalnya, berolahraga dengan teratur seperti berjalan sekian langkah per hari, jogging atau lari setiap pagi, atau lainnya yang dapat meningkatkan kekuatan fisik Anda. Sehingga fisik Anda jauh lebih stabil ketika melaksanakan rukun haji dan umrah seperti sa’i.
Sejarah Rukun Sa’i
Jika melihat sejarahnya, rukun sa’i ini berawal dari kisah Nabi Ibrahim ketika diperintahkan oleh Allah SWT untuk pindah dari Palestina ke Makkah. Saat itu, adalah hal yang berat bagi Nabi Ibrahim diperintahkan meninggalkan istri dan anaknya, Siti Hajar dan Ismail kecil di lembah yang tandus nyaris tidak ada kehidupan di sana.
Siti Hajar hanya pasrah berjalan mengikuti suaminya, pun saat Nabi Ibrahim pergi meninggalkannya di Makkah. Siti Hajar tidak mengerti dengan apa yang terjadi, bolak-balik ia menanyakan pada Nabi Ibrahim yang enggan menjawab. Akhirnya ia bertanya, “Hendak kemanakah Engkau, wahai Ibrahim?” Namun Nabi Ibrahim tidak menjawab.
Lalu Siti Hajar bertanya, “Kepada siapakah kami ditinggalkan di lembah ini? Apakah Allah SWT yang menyuruhmu, wahai Ibrahim?” Kemudian Nabi Ibrahim menjawab, “Ya, Allah yang memerintahku.” Dengan wajah yang bahagia kemudian ibunda Ismail menjawab, “Laa Yudhoiyyuna ya Allah,” yang artinya ‘Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.
Nabi Ibrahim pun pergi ke Palestina. Meninggalkan istri dan Ismail kecil di lembah gersang tersebut demi ketaatannya kepada Allah SWT. Ia menyerahkan segala urusan kepada Allah. Siti Hajar, sebagai istri yang shalihah juga taat kepada Allah SWT yakin bahwa dirinya akan dilindungi oleh Allah.
Selama berhari-hari ia berusaha untuk bertahan hidup dengan perbekalan yang ia bawa. Hingga suatu hari perbekalannya sudah habis, Ismail kecil juga terus menangis karena kehausan. Lalu, Siti Hajar kesana kemari mencari sumber air di antara dua bukit yaitu bukit Shafa dan bukit Marwa.
Siti Hajar berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwa tanpa mengetahui di mana letak sumber air, hanya fatamorgana yang ia lihat. Ia bolak-balik sebanyak 7 kali, sembari terus berdoa kepada Allah, yakin Allah akan datangkan pertolongan kepadanya. Tentu saja, Allah hadirkan pertolongan-Nya di saat yang tepat.
Tidak disangka, Siti Hajar telah berjalan bolak-balik Shafa dan Marwa, tapi Allah justru menghadirkan sumber mata air di bawah kaki kecil Ismail yang menendang-nendang, Sumber air tersebut sangat melimpah, bahkan sampai hari ini masih bisa Anda temuki yang dikenal dengan Air Zam-zam. Sungguh luar biasa, jika Allah telah menghendaki apapun bisa terjadi.
Nama Zamzam juga memiliki cerita, disebut air zamzam karena sumber air itu terus memancar tiada henti bahkan diumpamakan kota Makkah akan tenggelam apabila hal tersebut terus terjadi. Maka, Siti Hajar berucap “Zamzam, zamzam!” yang berarti, “Kumpullah, kumpullah!’ sehingga mata air tersebut tetap memancar namun tidak berlebihan.
Hikmah Sa’i
Belajar dari Siti Hajar, ada banyak hikmah yang dapat Anda ambil dari rukun sa’i. Berbagai nilai-nilai positif yang bisa Anda laksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut beberapa hikmah yang bisa Anda pelajari:
Belajar Tentang Iman
Siti Hajar adalah salah satu hamba yang istimewa di hadapan Allah karena keimanannya. Ini terbukti dari reaksi beliau ketika Nabi Ibrahim menyatakan bahwa apa yang dilakukannya adalah semata-mata perintah Allah SWT. Ia juga yakin bahwa Allah tak akan menelantarkannya, walaupun tampaknya ia tinggal di tanah yang tandus saat itu.
Bersikap Tawakkal
Siti Hajar juga memperlihatkan betapa ia penuh tawakkal kepada penciptanya. Berbeda dengan pasrah, tawakkal merupakan sikap menggantungkan segala apa yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, dalam sikap tawakkal juga ada peran ikhtiar Siti Hajar di dalamnya. Tugas manusia adalah berikhtiar, tetapi soal takdir Allah yang menentukan. Sehingga tetap memasrahkan diri kepada Allah sebagai satu-satunya penolong dan Yang Maha Menghendaki.
Mendahulukan Ikhtiar
Seperti yang disebutkan di atas, tawakkal tetap disertai dengan ikhtiar. Ibunda Siti Hajar mencontohkan bagaimana ia tiada berputus asa menemukan sumber air antara bukit Shafa dan Marwa. Ia terus bergerak tanpa henti, diiringi keimanan dan sikap tawakkalnya untuk terus berikhtiar. Sehingga Allah berikan pertolongan mata air zamzam di bawah kaki Ismail kecil.
Jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, Anda boleh berikhtiar dengan cara apapun selama itu dengan hal yang diridhoi Allah. Akan tetapi, kadang Allah hadirkan solusi dari arah yang tak disangka-sangka. Tak harus dari apa yang Anda harapkan, tetapi tetap meyakini bahwa itulah yang terbaik menurut Allah.
Ikhlas
Terakhir, dari rukun sa’i Anda bisa mengambil hikmah tentang keikhlasan. Bagaimana Siti Hajar sangat ikhlas menerima ketetapan takdir yang Allah berikan, taat kepada perintah-Nya dengan ikhlas tanpa keluhan saat ditinggalkan Nabi Ibrahim, ikhlas merawat Ismail, dan seterusnya. Tanpa adanya keikhlasan, akan sulit rasnya menerima ketetapan Allah, sebab sifat manusia yang tak pernah ada puasnya.
Nah, itulah hikmah sa’i yang dapat Anda ambili dari kisah Siti Hajar. Semoga bisa meningkatkan keimanan Anda, serta semakin bersemangat saat menjalankan ibadah haji dan umrah. Semoga bermanfaat!