Kemenag: Umrah Bisa Jadi Kekuatan Ekonomi Umat, Namun Belum Dimaksimalkan
HIMPUHNEWS - Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin sedikit menyayangkan karena hingga saat ini umrah masih dipandang sebagai ritual ibadah semata.
Nur Arifin menjelaskan, tingginya animo umat Islam Indonesia untuk berangkat ke Tanah Suci seharusnya dapat menjadi potensi besar dalam menggerakkan ekonomi umat di dalam negeri.
Ia mengungkapkan, setiap tahun, jumlah jemaah umrah di Indonesia rata-rata mencapai 1 juta orang. Bahkan di tahun 2018 mencapai 1,2 juta jemaah.
"Begitupun tahun ini, sudah 900 ribu jemaah yang berangkat, padahal masih dalam masa pandemi, dan musim umrah masih panjang. Artinya kemungkinan besar jumlah jemaahnya akan lebih dari 1 juta," kata Nur Arifin dalam acara Serial Webinar Inspirasi Binis Haji Umrah, Selasa (20/12/2022).
Nur Arifin menyebut, seandainya setiap jemaah umrah itu infaq masing-masing Rp1 juta, maka akan terkumpul dana sebesar Rp100 miliar per tahun.
"Dari dana Rp100 miliar itu kita bisa bangun misalnya ritel Umrah Mart. Berdasarkan kajian kami, satu ritel itu kurang lebih butuh Rp500 juta. Artinya kita bisa bangun 20 ritel Umrah Mart per tahun," jelas Nur Arifin.
"Kalau konsep ini kita laksanakan, maka dalam 10 tahun ekonomi Indonesia bisa diguyur dikuasai oleh umat Islam hanya melalui satu pintu yaitu umrah. Dari Umrah Mart kalau itu diwakafkan ke produktif maka hasilnya ibarat saham ditujukan ke dakwah-dakwah Islam misalnya menggaji Imam Masjid, membiayai pendidikan anak-anak miskin. Ini sunggu luar biasa dahsyatnya," sambung Nur Arifin.
Ia menuturkan, bahwa konsep ini sekaligus menjadi media bagi jemaah umrah untuk mengamalkan salah satu sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu berdagang (tijarah).
Nur Arifin berharap, jika Umrah Mart terbangun maka itu bisa menjadi penyuplai bagi ketersediaan berbagai kebutuhan jemaah umrah maupun haji Indonesia di Arab Saudi.
"Kami sempat melakukan survei ringan ketika di Saudi. Kami tanya makanan yang dimakan oleh jemaah Indonesia baik umrah maupun haji. Pisang dari Ekuador, beras rata-rata dari Thailand, ayam dari Brazil. Kemudian saya tanya terus yang dari Indonesia yang mana, itu pak tukang masaknya dari Cianjur. Ini fakta," papar Nur Arifin.
Ia menegaskan, bila potensi ekonomi haji dan umrah Indonesia dimaksimalkan, maka maka tidak pantas ada orang miskin di Indonesia.
"Mari kita rubah cara berpikir kita, bagaimana ekosisten haji dan umrah ini harus kita gerakkan. Semoga kita bisa menjadi bagian dari solusi membangun perekonomian umat dari pintu haji dan umrah," pungkasnya.